Halaman

Senin, 23 September 2013

Agama dalam Perspektif Sosiologi (Sosiologi Agama)









Nama               : Remina Tarigan
Fakultas           : Ilmu Sosial
Jurusan           : Pendidikan Antropologi Unimed
Mata Kuliah       : Sosiologi Agama
Angkatan          : 2012

“Agama Dalam Perspektif Sosiologi”
ü Awal Sosiologi Agama
Secara umum agama adalah sistem kepercayaan yang dianut oleh setiap orang berdasarkan keyakinan mereka masing-masing.Agama merupakan suatu kekuatan yang berpengaruh dan paling dirasakan dalam kehidupan manusia.Agama mempengaruhi manusia dalam segala aspek kehidupan.Agama mengajarkan manusia untuk percaya dan takut akan Tuhan serta mengajarkan bagimana manusia bertingkah laku yang baik dan benar.
            Pada dasarnya semua agama itu sama,yakni sama-sama mengajarkan kita bagaimana memuji dan menyembah Tuhan serta menjalankan perintah dan menjauhi setiap larangannya. Agama juga merupakan petunjuk arah terhadap adanya kehidupan yang terjadi setelah adanya kematian.Agama disini menjelaskan bahwa ternyata masih ada kehidupan lain setelah adanya kematian.Oleh karena itu agama mengajarkan kita bagaimana bertingkah laku agar memperoleh kehidupan yang kekal setelah terjadinya kematian tersebut.
Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa di dalam kehidupan beragama ini masih ada terdapat sifat manusia yang fanatik terhadap agama lain.Mereka selalu membanding-bandingkan agama mereka sendiri dengan agama orang lain dan menganggap bahwa agama merekalah yang benar sedangkan agama yang lain itu tidak benar.
            Di dalam perspektif sosiologis berpendapat bahwa alasan seseorang memilih agama tertentu tidak hanya didasarkan pada nilai-nilai kebenaran yang terkandung di dalam agama tertentu melainkan juga karena faktor-faktor lain. Misalnya karena faktor wilayah dan suku,seperti yang terdapat di Indonesia.Dimana pada umumnya orang-orang Aceh beragama Islam,orang-orang Batak beragama Kristen dan orang-orang Flores beragama Katholik.
Terkadang seseorang menganut agama tertentu bukan karena pertimbangan-pertimbangan pribadi setelah mempertimbangkan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya, melainkan karena dia sudah terlahir di dalam wilayah itu. Artinya bahwa seseorang menganut suatu agama tertentu karena mengikuti agama yang telah dianut oleh orang tua mereka.Hal ini menunjukkan bahwa agama itu diturunkan oleh orang tua terhadap anak mereka.
Meskipun agama itu berasal dari kepercayaan yang dianut oleh orang tua yang juga diturunkan kepada anaknya,ternyata masih ada kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat dimana dalam sebuah keluarga terdapat dua keyakinan yang berbeda.Misalnya ayahnya beragama kristen  dan ibunya beragama islam.
Dimana pada saat mereka menikah masing-masing dari mereka tetap mempertahankan agamanya masing-masing.Sehingga pada akhirnya mereka menikah dengan kedua ajaran agama yang mereka anut.Pertama mereka menikah dengan tata cara yang ada dalam agama kristen dan selanjutnya berdasarkan tata cara yang ada dalam agama islam.Dan ketika mereka telah memiliki anak,mereka mengatakan kepada anaknya bahwa anak-anak mereka bebas memilih agama mana yang akan mereka anut.Apakah mereka akan menganut agama yang sama seperti ayahnya ataukah menganut agama yang sama seperti ibunya.
Meskipun mereka hidup dengan perbedaan keyakinan,ternyata mereka bisa menjaga dan menghargai agama mereka satu sama lain.Dimana ketika ayahnya berdoa maka ibunya akan menghargainya.Sebaliknya ketika ibunya sembahyang dan berpuasa maka ayahnya juga menghargainya.Dalam hal ini mereka ternyata bisa tetap hidup rukun seperti orang-orang lainnya meskipun dengan dua keyakian yang berbeda dalam satu rumah.
Sebenarnya hal ini memang ada salahnya juga.Seharusnya seseorang yang  hidup dalam sebuah keluraga menganut satu kepercayaan saja.Agar anak mereka juga nantinya  tidak bingung-bingung apakah harus mengikut agama yang dipercayai ayah ataukah ibu. Dengan demikian maka akan lebih tercipta rasa kenyamananan dalam sebuah keluarga tersebut.
            Dalam mendefenisikan agama,para ilmuan sosial biasanya menggunakan dua macam defenisi yang bisa melengkapi satu sama lain, yakni defenisi subtantif dan defenisi fungsional. Defenisi subtantif  berusaha menjelaskan tentang seperti apa itu agama.Artinya dalam hal ini agama dijelaskan seperti apa kenyataannya dan kebenarannya sesuai dengan batas-batas dan kategori-kategori yang membedakannya dengan yang bukan agama. Sedangkan definisi agama secara fungsional menekankan kepada fungsi agama yang harus dijalankan sebagaimana mestinya dan tidak mementingkan isi dari kepercayaan dan praktik keagamaan.
Artinya  disini  menjelaskan tentang apa yang seharusnya  dibuat dan dilakukan  oleh agama untuk seorang individu,kelompok atau masyarakat.Bukan apa yang yang dilakukan oleh seorang individu,kelompok  ataupun masyarakat terhadap agama.Dimana dalam hal ini juga menjelaskan bahwa isi dari kepercayaan dan praktik keagamaan tidaklah terlalu penting  dibandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi dari agama itu untuk kehidupan masyarakat.
ü Pandangan Sosiologi Agama
Ø Karl Max
            Marx tidak membuat studi khusus tentang agama sebagaimana halnya dengan Max Weber atau emile durkheim.Pokok-pokok pikirannya tentang agama tercecer dalam berbagai tulisannya yang mengkritik masyarakat kapitalis.Ada beberapa pokok pikiran marx tentang agama.
            Pertama, marx menganggap bahwa agama sebagai suatu alienasi.Dalam hal ini sebenarnya maksud dan tujuan marx adalah untuk mengkritik  masyarakat kapitalis yang telah menimbulkan alienasi dalam diri kaum buruh.Menurut Marx sebagaimana sistem ekonomi kapitalis telah menyebabkan buruh teralienasi,demikian juga agama telah membalikkan perhatian manusia dari situasi real dunia ini dan mengarahkannya kepada dunia sesudah kematian.Menurut marx dalam hal ini agama telah mengubah cara berfikir manusia agar percaya kepada keadaan di luar kenyataan dan dalam agama itu dijelaskan bagaimana cara manusia itu sendiri untuk mencapai sesuatu diluar kenyataan tersebut seperti yang dimaksudkan.
Artinya bahwa di dalam agama ada dijelaskan tentang masih adanya kehidupan lain setelah seseorang itu meninggal.Kehidupan yang dimaksudkan ialah kehidupan kekal yang berasal dari Tuhan. Kalau kita berfikir menurut logika kita masing-masing, sebenarnya tidak mungkin juga kalau ternyata masih ada kehidupan lain setelah terjadinya kematian.Hal ini memang sungguh tidak masuk akal.Tetapi itulah yang dikatakan dalam agama dan kita tidak mungkin menentangnya.Kita juga sebagai umat beragama secara umum percaya akan adanya kehidupan lain setelah kematian tersebut.Dan di dalam agama dijelaskan cara agar kita dapat hidup di kehidupan yang kekal tersebut adalah dengan berbuat baik kepada semua orang,menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya.
Selain itu suatu tindakan dimana berdoa kepada Tuhan untuk memohon keberhasilan hidup tidak disetujui oleh Marx. Karena bagi Marx kemampuan untuk berhasil itu ada di dalam manusia itu sendiri dan tidak perlu berdoa kepada Tuhan untuk memohon keberhasilan yang dimaksud.
Sebenarnya kalau menurut saya maksud dari pernyataan marx tersebut adalah tidak mungkin sesorang itu akan berhasil kalau dia hanya berdoa saja kepada Tuhan  tanpa bekerja.Dan dalam hal ini untuk mencapai suatu kesuksesan dan keberhasilan hidup yang dibutuhkan adalah bagimana usaha dan kerja keras kita yang tidak kenal putus asa. Tapi kalau menurut saya kita harusnya berdoa juga kepada Tuhan agar apapun yang kita lakukan dan kerjakan diberkati oleh-Nya,dengan catatan kita berdoa sambil bekerja dan berusaha.
Marx juga mengatakan bahwa ciri-ciri khas yang dikenakan pada Allah sebetulnya tidak lain daripada ciri-ciri khas manusia yang diproyeksikan pada Allah yang mengontrol manusia melalui perintah-perintahnya.Olek karena itu,Marx menambahkan bahwa sebenarnya bukan Allah yang menciptakan manusia menurut gambarnya melainkan manusialah yang menciptakan Allah menurut gambaran atau bayangannya.
Kalau menurut saya maksud dari pernyataan marx tersebut yaitu bagaimana mungkin kita bisa percaya dan mengetahui kalau Allah itu menciptakan manusia menurut gambarnya sementara kita juga belum pernah melihat gambar dan rupa Allah seperti apa.Jadi,dalam hal ini artinya manusialah yang membuat Allah itu ada dan manusia percaya kalau Allah itu memang ada sesuai dengan gambaran atau bayangan yang mereka lihat dalam cerita-cerita, film-film dan gambar-gambar tentang Allah.
Kedua, marx menganggap bahwa agama sebagai sebuah ideologi. Marx mengatakan agama sebagai sebuah ideologi karena banyaknya kenyataan mengenai manusia yang dibalikkan.Maksud pernyataan tersebut menurut saya adalah bahwa agama hanyalah suatu pandangan hidup manusia saja.Manusia percaya akan adanya kehidupan kekal.Sehingga membuat manusia  berusaha untuk menjalankan setiap perintah Tuhan dan menjauhi larangannya dengan pernuh kesabaran dan rela menderita dalam menjalani hidup di dunia ini.Dalam hal ini menurut pandangan marx tindakan mereka itu salah,karena mereka lebih mengutamakan Tuhan dan tidak perduli kalaupun mereka harus menderita sehingga pada akhirnya mereka hidup di dalam kemiskinan.Hal ini menurutnya akan merugikan manusia itu sendiri karena lebih mengutamakan hal yang tidak nyata dan mengesampingkan kenyataan yang sebenarnya.
Ketiga, marx menganggap bahwa agama sebagai candu masyarakat. Artinya agama memiliki ciri-ciri menghibur dan bersifat sementara sebagaimana layaknya obat bius yang memberikan pelepasan sementara dari pendertiaan dengan resiko efek-efek sampingan yang berbahaya.Contohnya dalam kehidupan sehari-hari ketika kita sakit,kita akan minum obat agar sembuh.Dalam hal ini obat berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit sementara atau bahkan bisa membawa kesembuhan saat kita mengkonsumsinya. Demikian halnya juga juga dengan agama,dimana agama mengajarkan bahwa ketika kita sabar dan rela menderita demi Tuhan maka kita akan memperoleh kehidupan yang kekal.Disini manusia berfikir bahwa apa yang mereka lakukan telah benar dan merasa terhibur sementara akan apa yang dikatakan dan dijelaskan dalam agama.Sehingga bagi marx,agama itu memiliki ciri-ciri menghibur manusia yang bersifat sementara ketika sedang tertekan ataupun mengalami penderitaan yang mampu membuat mereka sabar dan bertahan menjalani hidup.
Keempat, menurut marx agama harus dihapuskan. Marx menegaskan bahwa agama harus dihapus karena menawarkan kebahagiaan yang bersifat ilusi sebelum mereka mencapai kebahagiaan yang sebenarnya. Maksud dari pernyataan marx ini adalah agama itu sebaiknya dihapus ataupun ditiadakan karena setiap ajaran nya berupa khayalan dan ilusi semata. Sehingga manusia tidak perlu menderita dan tertekan dalam menjalani hidup di dunia ini  demi mendapatkan kehidupan kekal sesudah adanya kematian yang dianggap tidak nyata.
Namun,agama adalah produk kondisi-kondisi sosial kemasyarakatan,maka ia tidak bisa dihapus.Satu-satunya cara untuk menghapus agama adalah dengan meniadakan kondisi-kondisi yang membawa penderitaan dan kesengsaraan pada hidup manusia. Selain itu menurut marx, agama tidak mempunyai masa depan.Agama bukanlah sesuatu yang bersifat inheren pada manusia,tetapi produk dari kondisi-kondisi sosial tertentu.Sentimen keagamaan dalam dirinya adalah produk sosial.
Ø Emile Durkheim
Selain marx, Durkheim juga memiliki beberapa pokok-pokok pikiran tentang agama. Adapun beberapa pokok pikiran durkheim tentang agama.
Pertama, Pengaruh Robertson Smith atas Durkheim. Dalam hal ini uraian durkheim tentang agama banyak dipengaruhi oleh para pemikir-pemikir sosial sebelumnya. Salah satunya adalah Robertson Smith yang melakukan studi tentang agama semit kuno. Dalam kaitannya dengan kehidupan beragama dijelaskan bahwa Robertson Smith lebih mengutamakan praktik-praktik keagamaan daripada kepercayaan-kepercayaan.Menurut Smith, hal yang paling penting di dalam agama adalah praktik-praktik kehidupan beragama seperti upacara-upacara keagamaan dan bukan terutama kepercayaan.Artinya untuk membuktikan kalau kita percaya pada suatu agama tertentu maka kita harus menjalankan upacara-upacara keagamaan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang kita anut.
Selain itu Smith juga mengatakan bahwa seseorang menganut suatu agama tertentu karena orang tersebut tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti agama yang sudah ada di dalam masyarakat tersebut. Sehingga dengan demikian Durkheim menganggap bahwa agama adalah satu representasi masyarakat yang bersifat kolektif.
 Menurut Smith, agama tidak mempunyai hubungan dengan menyelamatkan jiwa-jiwa, tetapi merupakan upaya untuk konsilidasi atau penguatan kelompok. Emile Durkheim mengembangkan pemikiran Robertson Smith tersebut dan mendasarkan analisisnya pada data ketika dia membuat studi tentang suku arunta di australia.Dia mengatakan bahwa tujuan utama dari studinya itu adalah untuk melihat dari dekat agama yang paling primitif dan paling sederhana pada suku-suku australia tersebut.Menurut Durkheim,agama yang paling primitif dan paling sederhana itu adalah totemisme.
Kedua, Pemahaman Durkheim tentang Totemisme.Menurut Durkheim, simbol-simbol totem ini merupakan lambang dari suku itu sendiri sama seperti bendera merupakan lambang untuk suatu negara.Durkheim lalu menunjukkan bagaimana sistem totem itu merupakan satu sistem kosmologis dan bagaimana kategori-kategori seperti kelas mempunyai kaitan dengan totemisme.
            Pertama, Durkheim memperhatikan bahwa manusia  mengambil bagian di dalam yang sakral.Sebagai anggota-anggota suku yang memiliki totem-totem sakral dan percaya bahwa mereka adalah turunan dari totem-totem yang sakral itu,mereka percaya akan kesakralan dirinya.Kedua, dalam sistem pemikiran totem segala sesuatu yang dikenal pasti mempunyai hubungan dengan totem dari salah satu suku.Segala sesuatu yang dikenal itu memiliki sifat sakral karena mereka mengambil bagian di dalam totem yang sakral.Menurut Durkheim,  sistem klasifikasi totem ini merupakan yang pertama di dalam sejarah pemikiran manusiadan mengambil model seperti organisasi-organisasi sosial.
Ketiga, Menurut marx totemisme yaitu  masyarakat menyembah diri sendiri. Dalam hal ini totemisme bukanlah suatu agama yang percaya pada binatang,tumbuhan,manusia ataupun gambar-gambar tertentu melainkan kepercayaan pada suatu kekuatan impersonal dan tak bernama yang berada di balik makhluk-makhluk yang dijadikan totem itu sendiri. Karena itu Durkheim menyimpulkan bahwa dewa suku atau totem suku tidak lain daripada masyarakat itu sendiri yang dipersonifikasikan atau dilambangkan dengan tumbuhan atau binatang totem.
            Durkeim juga menjelaskan bahwa masyarakat memiliki segala sesuatu di dalam dirinya untuk membangkitkan sesuatu yang ilahi di dalam pikiran anggota-anggotanya sehingga mereka patuh kepadanya.Sesuatu yang ilahi itu disebut dewa dalam terminologi agama yang bersifat superior terhadap manusia dan manusia bergantung dan patuh pada kehendaknya. Hal ini menyebabkan anggota masyarakat takut kepada masyarakat itu sendiri sebagaimana halnya mereka takut kepada dewa-dewi.
Ø Max Weber
Max weber tidak berambisi untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa orang beragama atau alasan-alasan dari sebuah tingkah laku keagmaaan.Dia tidak tertarik untuk menjelaskan apa itu agama.Namun demikian, Weber juga tetap berusaha untuk mengembangkan sebuah pendekatan umum terhadap agama sebagai suatu fenomena sosial dan meneliti hakikat kehidupan agama itu sendiri.Ada beberapa pokok pikiran Weber tentang agama diantaranya.
Pertama, Pendekatan Psikologis terhadap Agama.Di dalam bukunya yang berjudul The Social Psychology of The World religions , Weber menguraikan pendekatan psikologis terhadap agama.Di dalam buku tersebut, dia menolak pemikiran yang menyatakan bahwa dalam menghubungkan agama dengan faktor-faktor sosial,sesorang harus menggunakan pendekatan yang bersifat reduksionis.
Weber menolak tesis yang mengatakan bahwa agama adalah sebuah ilusi. Weber juga tidak bisa menerima teori-teori tentang agama yang mengatakan bahwa agama merupakan suatu bentuk pelarian dari penderitaan dan kesulitan hidup walaupun dia mengakui adanya hubungan antara agama dan penderitaan.
Menurut Weber, dalam banyak tradisi keagamaan khususnya dalam masyarakat pra-industri, orang-orang yang mengalami kemalangan atau malapetaka berfikir bahwa kemalangan itu disebabkan kemarahan para dewa yang menghukum mereka.Selain itu, mereka juga berfikir bahwa penderitaan atau sakit disebabkan oleh kerasukan roh-roh jahat yang marah akibat perbuatan-perbuatan mereka. Sebenarnya pikiran masyarakat tersebut sudah salah dan terlalu percaya kepada dewa-dewa yang menurut mereka ada.
            Kedua, Pokok pikiran Weber tentang agama pada suku-suku asli. Dimana dalam hal ini Weber mengamati bahwa motivasi tingkah laku keagamaan pada masyarakat sederhana umumnya adalah keinginan untuk mempertahankan hidup dan memperoleh kesejahteraan. Kepercayaan dan tingkah laku  keagamaan serta tindakan-tindakan magis tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari dan hampir selalu terarah pada tujuan-tujuan ekonomis,yakni kesejahteraan hidup secara material.
Weber sering kali membuat perbedaan antara tindakan magis dan tingkah laku keagamaan.Menurut dia, tindakan magis umumnya bersifat manipulatif  dan cenderung memaksa dewi-dewi atau roh-roh halus untuk melakukan apa yang diinginkannya.Sementara itu,tingkah laku keagamaan atau agama terarah kepada penyembahan dewa-dewi itu.Menurut Weber, agama-agama pada masyarakat asli cenderung terarah kepada hal-hal yang bersifat magis. Artinya dalam hal ini masyarakat sangat percaya kepada dewa-dewi bahwa dewa akan melakukan apa yang mereka inginkan.
Ketiga, Pokok pikiran Weber tentang agama dan rasionalitas.Dalam kehidupan keagamaan, rasionalitas berarti menghilangkan aspek-aspek magis dalam praktik kehidupan keagamaan dan mengembangkan ajaran-ajaran agama ke dalam satu sistem doktrin yang bersifat formal. Dalam upaya mengembangkan agama ke dalam sistem doktrin yang bersifat formal dikembangkanlah bermacam disiplin ilmu yang berhubungan dengan agama.Weber meyakini bahwa ajaran-ajaran agama mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku manusia dan dia berminat untuk mengetahui dampak dari ajaran-ajaran agama itu terhadap aktivitas ekonomi.



Sumber Pustaka  :
Raho,Bernard.2013.Agama dalam Perspektif Sosiologi. Penerbit Obor : Jakarta

Jumat, 30 Agustus 2013

BUDAYA POLITIK


Nama               :  Remina Tarigan
Fakultas           :
 Ilmu Sosial
Jurusan           :  Pendidikan Antropologi Unimed
Mata Kuliah       :  Sistem Politik Indonesia
Angkatan          :  2012
Makalah Budaya Politik
BUDAYA POLITIK
Pengertian budaya politik
a. Pengertian budaya
Secara etimologis, istilah kebudayaan berasal dari beberapa bahasa, antara lain: Culture (Bahasa Inggris) artinya budaya, Colore (Bahasa Latin) artinya budaya, dan Akhlaq (Bahasa Arab) artinya peradaban atau budi.
            Kata “kebudayaan” berasala dari bahasa Sanskerta yaitu buddhaya yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, artinya akal. Selanjutnya dikembangkan menjadi kata budidaya yang artinya kemampuan akal budi seseorang ataupun sekelompok orang.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi budaya menurut beberapa ahli :
a.  Kroeber dan Kluckhohn
ü Budaya menurut definisi deskriptif:
            Cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk budaya

ü Budaya menurut difinisi historis :
            Cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya
ü Budaya menurut definisi normatif:
            Bisa mengambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakn yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku
ü Budaya menurut definisi psikologis:
            Cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya
ü Budaya menurut definisi struktural:
            Mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret
ü Budaya dilihat dari definisi genetis:
            Definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya

b.Lehman,Himstreet,dan Batty
            Budaya diartikan sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri
c.Mofstede
            Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini, bisa dikatan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia
d.Boove dan Thill
            Budaya adalah system sharing atas simbol - simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku.
e.Murphy dan Hildebrandt
            Budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian in juga mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan non verbal dalam suatu kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda dengan yang lainnya
f.Mitchel
            Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar , pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu - individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain.
            Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil kesimpulan tentang beberapa hal penting  yang dicakup dalam arti budaya yaitu: sekumpulan pengalaman hidup, pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku setiap individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana sistem nilai, norma, simbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-masing.
b. Pengertian Politik
            Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya (polites - warga negara) dan (polis - negara kota).
            Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
            Dibawah ini adalah pengertian politik Menurut Para Ahli :
1.ROD HAGUE
            Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
2. ANDREW HEYWOOD
            Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.


3. CARL SCHMIDT
            Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
4. LITRE
            Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur Negara
5. ROBERT
            Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia
6. IBNU AQIL
            Politik adalah hal-hal praktis yang lebih mendekati kemaslahatan bagi manusia dan lebih jauh dari kerusakan meskipun tidak digariskan oleh Rosulullah S.A.W
c. Pengertian Budaya Politik
Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politik tentang budaya politik.
a.      Rusadi Sumintapura
            Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
b.      Sidney Verba
            Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c.      Alan R. Ball
            Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.

d.      Austin Ranney
            Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
e.      Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
            Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
            Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
Pertama   : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti   orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan   Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari    sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem   politik.
Kedua      : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
Ketiga      : budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan  dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
d. Ciri-Ciri Budaya Politik
            Budaya politik merupakan bagian dari sistem politik mempunyai ciri-ciri khas, yaitu:
1.    Budaya politik menyangkut legitimasi
2.    Pengaturan kekuasaan
3.    Proses pembuatan kebijakan pemerintah
4.    Kegiatan partai-partai politik
5.    Perilaku aparat negara
6.    Gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah
7.    Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan sosial dan ekonomi, kehidupan pribadi dan sosial
8.    Budaya politik menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.
e. Macam-macam Budaya Politik:
1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan, budaya politik terbagi atas:
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memper­padukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
a. Budaya Politik Militan
Budaya politik di mana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kritis, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
b. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
            Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat men­ciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama.
2. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik terbagi atas:
a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
            Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan).
            Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.



b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
            Struktur mental yang bersifat akomodatif  biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
            Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim­pangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
f. Penerapan Budaya Politik
            Pelaksanaan budaya poltik secara demokratis perlu dipahami oleh setiap warga Negara Indonesia agar mampu mewujudkan cita-cita Negara. Menurut Miriam Budiardjo, penerapan budaya politik dapat dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai berikut :
 Menyelesaikan perselaisihan secara damai dan melembanga. Dalam setiap masyarakat terdapat beda pendapat serta kepentingan yang dalam alam demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan harus dapat diselesaikan melalui perundingan dan dialog terbuka untuk mencapai kompromi, consensus, atau mufakat.
 Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. Perubahan social terjadi karena beberapa factor, seperti kemajuan teknologi, kepadatan penduduk, dan pola perdagangan. Pemerintah harus dapat menyesuaikan kebijaksanaannya terhadap perubahan-perubahan dan mengendalikannya.
 Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur. Dalam masyarakat demokratis, pergantian pimpinan atas dasar turunan, mengangkat diri sendiri, coup d’ etat dianggap tidak wajar.
 Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan minoritas yang biasanya terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan.
Mengakui dan menanggap wajar adanya kenekaragaman. Keanekaragaman tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah laku, perlu terselengaranya masyarakat yang terbuka dan kebebasan politik yang memungkinkan timbulnya fleksibilitas dan tersedianya berbagai alternative dalam tindakan politik. Namun demikian, keanekaragaman tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa dan Negara.
Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokratis keadilan  merupakan cita-cita bersama, walaupun sebagian kecil masyarakat ada yang merasa diperlakukan tidak adil
g.Komponen-Komponen Budaya Politik
            Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.
1.Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
2.Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya.
3.Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
h.Faktor penyebab berkembangnya budaya politik
(1) Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat.
(2) Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi atau kesejahteraan masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar.
(3)  Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik).
(4)  Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas).
(5)  Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri)
i.Budaya politik yang berkembang di Indonesia
Rusadi Sumintadipura dalam bukunya Sistem Politik Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dari budaya politik Indonesia sebagai berikut.
a.       Adanya subbudaya (subculture) yang banyak dan beraneka ragam, karena Indonesia memiliki banyak suku yang masing-masing suku tersebut memilki budaya sendiri-sendiri.
b.      Sifat ikatan primordial yang masih kuat yang dikenali melalui indikator sentimen kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan.
c.       Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sifat paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikator misalnya bapakisme, asal bapak senang (ABS), menurutpetunjuk pimpinan.
d.      Budaya politik indonesia bersifat parolial subyek di satu pihak dan partisipan di lain pihak.
            Selain itu, Affan Gaffar mengatakan bahwa budaya politik indonesia memiliki tiga ciri dominan sebagai berikut.
a.      Hirarki yang Tegar/Ketat
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi sosial yang hierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan, sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'.
Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya. Mereka cenderung melihat dirinya sebagai pamong/ guru/ pendidik bagi rakyat. Mereka juga mencitrakan diri sebagai kelompok yang pemurah, baik hati, dan pelindung. Namun sebaliknya, mereka cenderung merendahkan rakyatnya, karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat pada penguasa.
b.      Kecenderungan Patronage
Pola hubungan patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia. Hubungan macam ini disebut pola hubungan patron – client. Pola hubungan ini bersifat individual. Antara dua individu, yaitu si Patron dan si Client, terjadi interkasi timbal balik dengan mempertukarkan sumber dya yang dimiliki masing-masing. Si Patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan, atau jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang, bahkan materi (harta kekayaan, tanah garapan, dan uang); sedang si Client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan, dan kesetiaan.
Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya.
c.       Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecenderungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti birokrasi, namun perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri birokrasi modern:
1. Adanya suatu struktur hierarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
2. Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
3.Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formal yang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
4. Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.
Menurut Max Weber, dalam negara yang patrimonialistik, penyelenggaraan pemerintahan berada di bawah kontrol langsung pimpinan negara. Selain itu, negara patrimonialistik memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut (Afan Gaffar, 2002:117):
1.      Kecenderungan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya.
2.  Kebijakan seringkali lebih bersifat partikularistik dari pada bersifat universalistik.
3. Rule of law lebih bersifat sekunder bila dibandingkan kekuasaan penguasa (rule of man).
4. Penguasa politik seringkali mengaburkan antara kepentingan umum dan kepentingan publik.
5.Budaya politik dalam elit (terdiri dari kaum pelajar sehingga memiliki pengaruh dan lebih berperan dalam   
j.Dampak Perkembangan Budaya Politik
            Perkembangan budaya politik yang dialami oleh masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia sejak tahun 1945 sampai sekarang dijumpai berbagai dampak positif maupun negatif.
            Dampak Positif Akibat Perkembangan Budaya Politik
a) Bagi Negara-Pemerintah
  • Semakin transparan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan,
  • Tidak sewenang-wenang terhadap rakyat,
  • Aspiratif terhadap kepentingan rakyat,
  • Penataan kembali suprastruktur politik secara profesional,
  • Memperoleh berbagai input dari pihak infrastruktur politik.
b) Bagi Masyarakat
  • Merasa puas dalam menyampaikan input kepada pihak pemerintah,
  • Adanya jaminan hukum dalam berpolitik,
  • Tumbuh kesadaran untuk membudayakan politik yang benar,
  • Menambah wawasan di bidang politik-demokrasi,
  • Meningkatnya semangat dalam mengekspresikan budaya politik.

            Dampak Negatif/Resiko Akibat Perkembangan Budaya Politik
a)Bagi Negara-Pemerintah
  • Dapat menggoyahkan pendirian dalam membuat kebijakan,
  • Pelaksanaan kebijakan politik menjadi telambat/terhambat,
  • Sulitnya menampung aspirasi rakyat yang sangat kompleks,
  • Beratnya mengatasi masalah keamanan yang selalu rawan,
  • Sulitnya anggaran untuk memenuhi seluruh tuntutan rakyat.
b) Bagi Masyarakat
  • Ketidakpuasan atas sikap pemerintah yang pasif,
  • Banyaknya pengorbanan dalam upaya pembaharuan budaya politik,
  • Mereka yang awam semakin sulit menyesuaikan diri,
  • Dapat mengabaikan dirinya jika terlalu fanatik politik,
  • Dapat menimbulkan kekacauan jika berpolitik secara emosional










DAFTAR PUSTAKA