Halaman

Senin, 23 September 2013

Agama dalam Perspektif Sosiologi (Sosiologi Agama)









Nama               : Remina Tarigan
Fakultas           : Ilmu Sosial
Jurusan           : Pendidikan Antropologi Unimed
Mata Kuliah       : Sosiologi Agama
Angkatan          : 2012

“Agama Dalam Perspektif Sosiologi”
ü Awal Sosiologi Agama
Secara umum agama adalah sistem kepercayaan yang dianut oleh setiap orang berdasarkan keyakinan mereka masing-masing.Agama merupakan suatu kekuatan yang berpengaruh dan paling dirasakan dalam kehidupan manusia.Agama mempengaruhi manusia dalam segala aspek kehidupan.Agama mengajarkan manusia untuk percaya dan takut akan Tuhan serta mengajarkan bagimana manusia bertingkah laku yang baik dan benar.
            Pada dasarnya semua agama itu sama,yakni sama-sama mengajarkan kita bagaimana memuji dan menyembah Tuhan serta menjalankan perintah dan menjauhi setiap larangannya. Agama juga merupakan petunjuk arah terhadap adanya kehidupan yang terjadi setelah adanya kematian.Agama disini menjelaskan bahwa ternyata masih ada kehidupan lain setelah adanya kematian.Oleh karena itu agama mengajarkan kita bagaimana bertingkah laku agar memperoleh kehidupan yang kekal setelah terjadinya kematian tersebut.
Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa di dalam kehidupan beragama ini masih ada terdapat sifat manusia yang fanatik terhadap agama lain.Mereka selalu membanding-bandingkan agama mereka sendiri dengan agama orang lain dan menganggap bahwa agama merekalah yang benar sedangkan agama yang lain itu tidak benar.
            Di dalam perspektif sosiologis berpendapat bahwa alasan seseorang memilih agama tertentu tidak hanya didasarkan pada nilai-nilai kebenaran yang terkandung di dalam agama tertentu melainkan juga karena faktor-faktor lain. Misalnya karena faktor wilayah dan suku,seperti yang terdapat di Indonesia.Dimana pada umumnya orang-orang Aceh beragama Islam,orang-orang Batak beragama Kristen dan orang-orang Flores beragama Katholik.
Terkadang seseorang menganut agama tertentu bukan karena pertimbangan-pertimbangan pribadi setelah mempertimbangkan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya, melainkan karena dia sudah terlahir di dalam wilayah itu. Artinya bahwa seseorang menganut suatu agama tertentu karena mengikuti agama yang telah dianut oleh orang tua mereka.Hal ini menunjukkan bahwa agama itu diturunkan oleh orang tua terhadap anak mereka.
Meskipun agama itu berasal dari kepercayaan yang dianut oleh orang tua yang juga diturunkan kepada anaknya,ternyata masih ada kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat dimana dalam sebuah keluarga terdapat dua keyakinan yang berbeda.Misalnya ayahnya beragama kristen  dan ibunya beragama islam.
Dimana pada saat mereka menikah masing-masing dari mereka tetap mempertahankan agamanya masing-masing.Sehingga pada akhirnya mereka menikah dengan kedua ajaran agama yang mereka anut.Pertama mereka menikah dengan tata cara yang ada dalam agama kristen dan selanjutnya berdasarkan tata cara yang ada dalam agama islam.Dan ketika mereka telah memiliki anak,mereka mengatakan kepada anaknya bahwa anak-anak mereka bebas memilih agama mana yang akan mereka anut.Apakah mereka akan menganut agama yang sama seperti ayahnya ataukah menganut agama yang sama seperti ibunya.
Meskipun mereka hidup dengan perbedaan keyakinan,ternyata mereka bisa menjaga dan menghargai agama mereka satu sama lain.Dimana ketika ayahnya berdoa maka ibunya akan menghargainya.Sebaliknya ketika ibunya sembahyang dan berpuasa maka ayahnya juga menghargainya.Dalam hal ini mereka ternyata bisa tetap hidup rukun seperti orang-orang lainnya meskipun dengan dua keyakian yang berbeda dalam satu rumah.
Sebenarnya hal ini memang ada salahnya juga.Seharusnya seseorang yang  hidup dalam sebuah keluraga menganut satu kepercayaan saja.Agar anak mereka juga nantinya  tidak bingung-bingung apakah harus mengikut agama yang dipercayai ayah ataukah ibu. Dengan demikian maka akan lebih tercipta rasa kenyamananan dalam sebuah keluarga tersebut.
            Dalam mendefenisikan agama,para ilmuan sosial biasanya menggunakan dua macam defenisi yang bisa melengkapi satu sama lain, yakni defenisi subtantif dan defenisi fungsional. Defenisi subtantif  berusaha menjelaskan tentang seperti apa itu agama.Artinya dalam hal ini agama dijelaskan seperti apa kenyataannya dan kebenarannya sesuai dengan batas-batas dan kategori-kategori yang membedakannya dengan yang bukan agama. Sedangkan definisi agama secara fungsional menekankan kepada fungsi agama yang harus dijalankan sebagaimana mestinya dan tidak mementingkan isi dari kepercayaan dan praktik keagamaan.
Artinya  disini  menjelaskan tentang apa yang seharusnya  dibuat dan dilakukan  oleh agama untuk seorang individu,kelompok atau masyarakat.Bukan apa yang yang dilakukan oleh seorang individu,kelompok  ataupun masyarakat terhadap agama.Dimana dalam hal ini juga menjelaskan bahwa isi dari kepercayaan dan praktik keagamaan tidaklah terlalu penting  dibandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi dari agama itu untuk kehidupan masyarakat.
ü Pandangan Sosiologi Agama
Ø Karl Max
            Marx tidak membuat studi khusus tentang agama sebagaimana halnya dengan Max Weber atau emile durkheim.Pokok-pokok pikirannya tentang agama tercecer dalam berbagai tulisannya yang mengkritik masyarakat kapitalis.Ada beberapa pokok pikiran marx tentang agama.
            Pertama, marx menganggap bahwa agama sebagai suatu alienasi.Dalam hal ini sebenarnya maksud dan tujuan marx adalah untuk mengkritik  masyarakat kapitalis yang telah menimbulkan alienasi dalam diri kaum buruh.Menurut Marx sebagaimana sistem ekonomi kapitalis telah menyebabkan buruh teralienasi,demikian juga agama telah membalikkan perhatian manusia dari situasi real dunia ini dan mengarahkannya kepada dunia sesudah kematian.Menurut marx dalam hal ini agama telah mengubah cara berfikir manusia agar percaya kepada keadaan di luar kenyataan dan dalam agama itu dijelaskan bagaimana cara manusia itu sendiri untuk mencapai sesuatu diluar kenyataan tersebut seperti yang dimaksudkan.
Artinya bahwa di dalam agama ada dijelaskan tentang masih adanya kehidupan lain setelah seseorang itu meninggal.Kehidupan yang dimaksudkan ialah kehidupan kekal yang berasal dari Tuhan. Kalau kita berfikir menurut logika kita masing-masing, sebenarnya tidak mungkin juga kalau ternyata masih ada kehidupan lain setelah terjadinya kematian.Hal ini memang sungguh tidak masuk akal.Tetapi itulah yang dikatakan dalam agama dan kita tidak mungkin menentangnya.Kita juga sebagai umat beragama secara umum percaya akan adanya kehidupan lain setelah kematian tersebut.Dan di dalam agama dijelaskan cara agar kita dapat hidup di kehidupan yang kekal tersebut adalah dengan berbuat baik kepada semua orang,menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangannya.
Selain itu suatu tindakan dimana berdoa kepada Tuhan untuk memohon keberhasilan hidup tidak disetujui oleh Marx. Karena bagi Marx kemampuan untuk berhasil itu ada di dalam manusia itu sendiri dan tidak perlu berdoa kepada Tuhan untuk memohon keberhasilan yang dimaksud.
Sebenarnya kalau menurut saya maksud dari pernyataan marx tersebut adalah tidak mungkin sesorang itu akan berhasil kalau dia hanya berdoa saja kepada Tuhan  tanpa bekerja.Dan dalam hal ini untuk mencapai suatu kesuksesan dan keberhasilan hidup yang dibutuhkan adalah bagimana usaha dan kerja keras kita yang tidak kenal putus asa. Tapi kalau menurut saya kita harusnya berdoa juga kepada Tuhan agar apapun yang kita lakukan dan kerjakan diberkati oleh-Nya,dengan catatan kita berdoa sambil bekerja dan berusaha.
Marx juga mengatakan bahwa ciri-ciri khas yang dikenakan pada Allah sebetulnya tidak lain daripada ciri-ciri khas manusia yang diproyeksikan pada Allah yang mengontrol manusia melalui perintah-perintahnya.Olek karena itu,Marx menambahkan bahwa sebenarnya bukan Allah yang menciptakan manusia menurut gambarnya melainkan manusialah yang menciptakan Allah menurut gambaran atau bayangannya.
Kalau menurut saya maksud dari pernyataan marx tersebut yaitu bagaimana mungkin kita bisa percaya dan mengetahui kalau Allah itu menciptakan manusia menurut gambarnya sementara kita juga belum pernah melihat gambar dan rupa Allah seperti apa.Jadi,dalam hal ini artinya manusialah yang membuat Allah itu ada dan manusia percaya kalau Allah itu memang ada sesuai dengan gambaran atau bayangan yang mereka lihat dalam cerita-cerita, film-film dan gambar-gambar tentang Allah.
Kedua, marx menganggap bahwa agama sebagai sebuah ideologi. Marx mengatakan agama sebagai sebuah ideologi karena banyaknya kenyataan mengenai manusia yang dibalikkan.Maksud pernyataan tersebut menurut saya adalah bahwa agama hanyalah suatu pandangan hidup manusia saja.Manusia percaya akan adanya kehidupan kekal.Sehingga membuat manusia  berusaha untuk menjalankan setiap perintah Tuhan dan menjauhi larangannya dengan pernuh kesabaran dan rela menderita dalam menjalani hidup di dunia ini.Dalam hal ini menurut pandangan marx tindakan mereka itu salah,karena mereka lebih mengutamakan Tuhan dan tidak perduli kalaupun mereka harus menderita sehingga pada akhirnya mereka hidup di dalam kemiskinan.Hal ini menurutnya akan merugikan manusia itu sendiri karena lebih mengutamakan hal yang tidak nyata dan mengesampingkan kenyataan yang sebenarnya.
Ketiga, marx menganggap bahwa agama sebagai candu masyarakat. Artinya agama memiliki ciri-ciri menghibur dan bersifat sementara sebagaimana layaknya obat bius yang memberikan pelepasan sementara dari pendertiaan dengan resiko efek-efek sampingan yang berbahaya.Contohnya dalam kehidupan sehari-hari ketika kita sakit,kita akan minum obat agar sembuh.Dalam hal ini obat berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit sementara atau bahkan bisa membawa kesembuhan saat kita mengkonsumsinya. Demikian halnya juga juga dengan agama,dimana agama mengajarkan bahwa ketika kita sabar dan rela menderita demi Tuhan maka kita akan memperoleh kehidupan yang kekal.Disini manusia berfikir bahwa apa yang mereka lakukan telah benar dan merasa terhibur sementara akan apa yang dikatakan dan dijelaskan dalam agama.Sehingga bagi marx,agama itu memiliki ciri-ciri menghibur manusia yang bersifat sementara ketika sedang tertekan ataupun mengalami penderitaan yang mampu membuat mereka sabar dan bertahan menjalani hidup.
Keempat, menurut marx agama harus dihapuskan. Marx menegaskan bahwa agama harus dihapus karena menawarkan kebahagiaan yang bersifat ilusi sebelum mereka mencapai kebahagiaan yang sebenarnya. Maksud dari pernyataan marx ini adalah agama itu sebaiknya dihapus ataupun ditiadakan karena setiap ajaran nya berupa khayalan dan ilusi semata. Sehingga manusia tidak perlu menderita dan tertekan dalam menjalani hidup di dunia ini  demi mendapatkan kehidupan kekal sesudah adanya kematian yang dianggap tidak nyata.
Namun,agama adalah produk kondisi-kondisi sosial kemasyarakatan,maka ia tidak bisa dihapus.Satu-satunya cara untuk menghapus agama adalah dengan meniadakan kondisi-kondisi yang membawa penderitaan dan kesengsaraan pada hidup manusia. Selain itu menurut marx, agama tidak mempunyai masa depan.Agama bukanlah sesuatu yang bersifat inheren pada manusia,tetapi produk dari kondisi-kondisi sosial tertentu.Sentimen keagamaan dalam dirinya adalah produk sosial.
Ø Emile Durkheim
Selain marx, Durkheim juga memiliki beberapa pokok-pokok pikiran tentang agama. Adapun beberapa pokok pikiran durkheim tentang agama.
Pertama, Pengaruh Robertson Smith atas Durkheim. Dalam hal ini uraian durkheim tentang agama banyak dipengaruhi oleh para pemikir-pemikir sosial sebelumnya. Salah satunya adalah Robertson Smith yang melakukan studi tentang agama semit kuno. Dalam kaitannya dengan kehidupan beragama dijelaskan bahwa Robertson Smith lebih mengutamakan praktik-praktik keagamaan daripada kepercayaan-kepercayaan.Menurut Smith, hal yang paling penting di dalam agama adalah praktik-praktik kehidupan beragama seperti upacara-upacara keagamaan dan bukan terutama kepercayaan.Artinya untuk membuktikan kalau kita percaya pada suatu agama tertentu maka kita harus menjalankan upacara-upacara keagamaan sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang kita anut.
Selain itu Smith juga mengatakan bahwa seseorang menganut suatu agama tertentu karena orang tersebut tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti agama yang sudah ada di dalam masyarakat tersebut. Sehingga dengan demikian Durkheim menganggap bahwa agama adalah satu representasi masyarakat yang bersifat kolektif.
 Menurut Smith, agama tidak mempunyai hubungan dengan menyelamatkan jiwa-jiwa, tetapi merupakan upaya untuk konsilidasi atau penguatan kelompok. Emile Durkheim mengembangkan pemikiran Robertson Smith tersebut dan mendasarkan analisisnya pada data ketika dia membuat studi tentang suku arunta di australia.Dia mengatakan bahwa tujuan utama dari studinya itu adalah untuk melihat dari dekat agama yang paling primitif dan paling sederhana pada suku-suku australia tersebut.Menurut Durkheim,agama yang paling primitif dan paling sederhana itu adalah totemisme.
Kedua, Pemahaman Durkheim tentang Totemisme.Menurut Durkheim, simbol-simbol totem ini merupakan lambang dari suku itu sendiri sama seperti bendera merupakan lambang untuk suatu negara.Durkheim lalu menunjukkan bagaimana sistem totem itu merupakan satu sistem kosmologis dan bagaimana kategori-kategori seperti kelas mempunyai kaitan dengan totemisme.
            Pertama, Durkheim memperhatikan bahwa manusia  mengambil bagian di dalam yang sakral.Sebagai anggota-anggota suku yang memiliki totem-totem sakral dan percaya bahwa mereka adalah turunan dari totem-totem yang sakral itu,mereka percaya akan kesakralan dirinya.Kedua, dalam sistem pemikiran totem segala sesuatu yang dikenal pasti mempunyai hubungan dengan totem dari salah satu suku.Segala sesuatu yang dikenal itu memiliki sifat sakral karena mereka mengambil bagian di dalam totem yang sakral.Menurut Durkheim,  sistem klasifikasi totem ini merupakan yang pertama di dalam sejarah pemikiran manusiadan mengambil model seperti organisasi-organisasi sosial.
Ketiga, Menurut marx totemisme yaitu  masyarakat menyembah diri sendiri. Dalam hal ini totemisme bukanlah suatu agama yang percaya pada binatang,tumbuhan,manusia ataupun gambar-gambar tertentu melainkan kepercayaan pada suatu kekuatan impersonal dan tak bernama yang berada di balik makhluk-makhluk yang dijadikan totem itu sendiri. Karena itu Durkheim menyimpulkan bahwa dewa suku atau totem suku tidak lain daripada masyarakat itu sendiri yang dipersonifikasikan atau dilambangkan dengan tumbuhan atau binatang totem.
            Durkeim juga menjelaskan bahwa masyarakat memiliki segala sesuatu di dalam dirinya untuk membangkitkan sesuatu yang ilahi di dalam pikiran anggota-anggotanya sehingga mereka patuh kepadanya.Sesuatu yang ilahi itu disebut dewa dalam terminologi agama yang bersifat superior terhadap manusia dan manusia bergantung dan patuh pada kehendaknya. Hal ini menyebabkan anggota masyarakat takut kepada masyarakat itu sendiri sebagaimana halnya mereka takut kepada dewa-dewi.
Ø Max Weber
Max weber tidak berambisi untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa orang beragama atau alasan-alasan dari sebuah tingkah laku keagmaaan.Dia tidak tertarik untuk menjelaskan apa itu agama.Namun demikian, Weber juga tetap berusaha untuk mengembangkan sebuah pendekatan umum terhadap agama sebagai suatu fenomena sosial dan meneliti hakikat kehidupan agama itu sendiri.Ada beberapa pokok pikiran Weber tentang agama diantaranya.
Pertama, Pendekatan Psikologis terhadap Agama.Di dalam bukunya yang berjudul The Social Psychology of The World religions , Weber menguraikan pendekatan psikologis terhadap agama.Di dalam buku tersebut, dia menolak pemikiran yang menyatakan bahwa dalam menghubungkan agama dengan faktor-faktor sosial,sesorang harus menggunakan pendekatan yang bersifat reduksionis.
Weber menolak tesis yang mengatakan bahwa agama adalah sebuah ilusi. Weber juga tidak bisa menerima teori-teori tentang agama yang mengatakan bahwa agama merupakan suatu bentuk pelarian dari penderitaan dan kesulitan hidup walaupun dia mengakui adanya hubungan antara agama dan penderitaan.
Menurut Weber, dalam banyak tradisi keagamaan khususnya dalam masyarakat pra-industri, orang-orang yang mengalami kemalangan atau malapetaka berfikir bahwa kemalangan itu disebabkan kemarahan para dewa yang menghukum mereka.Selain itu, mereka juga berfikir bahwa penderitaan atau sakit disebabkan oleh kerasukan roh-roh jahat yang marah akibat perbuatan-perbuatan mereka. Sebenarnya pikiran masyarakat tersebut sudah salah dan terlalu percaya kepada dewa-dewa yang menurut mereka ada.
            Kedua, Pokok pikiran Weber tentang agama pada suku-suku asli. Dimana dalam hal ini Weber mengamati bahwa motivasi tingkah laku keagamaan pada masyarakat sederhana umumnya adalah keinginan untuk mempertahankan hidup dan memperoleh kesejahteraan. Kepercayaan dan tingkah laku  keagamaan serta tindakan-tindakan magis tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari dan hampir selalu terarah pada tujuan-tujuan ekonomis,yakni kesejahteraan hidup secara material.
Weber sering kali membuat perbedaan antara tindakan magis dan tingkah laku keagamaan.Menurut dia, tindakan magis umumnya bersifat manipulatif  dan cenderung memaksa dewi-dewi atau roh-roh halus untuk melakukan apa yang diinginkannya.Sementara itu,tingkah laku keagamaan atau agama terarah kepada penyembahan dewa-dewi itu.Menurut Weber, agama-agama pada masyarakat asli cenderung terarah kepada hal-hal yang bersifat magis. Artinya dalam hal ini masyarakat sangat percaya kepada dewa-dewi bahwa dewa akan melakukan apa yang mereka inginkan.
Ketiga, Pokok pikiran Weber tentang agama dan rasionalitas.Dalam kehidupan keagamaan, rasionalitas berarti menghilangkan aspek-aspek magis dalam praktik kehidupan keagamaan dan mengembangkan ajaran-ajaran agama ke dalam satu sistem doktrin yang bersifat formal. Dalam upaya mengembangkan agama ke dalam sistem doktrin yang bersifat formal dikembangkanlah bermacam disiplin ilmu yang berhubungan dengan agama.Weber meyakini bahwa ajaran-ajaran agama mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku manusia dan dia berminat untuk mengetahui dampak dari ajaran-ajaran agama itu terhadap aktivitas ekonomi.



Sumber Pustaka  :
Raho,Bernard.2013.Agama dalam Perspektif Sosiologi. Penerbit Obor : Jakarta